Saya
masih berkenyakinan masih banyaknya masyarakat miskin di negeri ini, hal ini
dapat dilihat saat pembagian zakat secara langsung dari orang-orang kaya pada
saat menjelang Idul fitri atau saat pembagian daging Qurban saat Idul Adha.
Banyaknya masyarkat yang dari anak-anak, ibu-ibu, sampai orang tua pun ikut berdesak-desakan
walaupun mengorbankan nyawa demi mendapatkan apa yang dibagikan saat itu. Ntah
ini fenomena kemiskina atau pemiskinan lantaran hal ini terjadi di negeri yang
sangat kaya, negeri ku Indonesia.
Kemiskinan
tidak hanya dipahami tiadanya materi seseorang. Semua kemiskinan dapat berupa
tiadanya kepedulian sseseorang terhadap orang lain dalam segala konteks yang ia
hadapi. Secara materi ia kaya, tapi jika sampai membuatnya hilang kepedulian kepada
yang tidak bermateri, maka miskinlah dia. Miskin atau tidaknya seseorang tidak
dapat di ukur dari masalah banyaknya materi belaka, namun juga aspek mental,
moral dan spiritual.
Tentang
pemahaman apa itu kaya dan apa itu miskin, kita menganggap kemiskinan itu
identik dengan rakyat kecil dan kaya itu rakyat besar itu lantaran kita
melihat dari sudut materi. Tetapi kalo dilihat dari sudut mental, moral dan
spiritual tidak seperti itu. Bisa saja dia kaya materi tapi tetapi dia sering
menipu, menyuap, korupsi, mengambil hak orang, menzalimi orang miskin, memeras
dan lain sebagainya. Sesungguhnya ia miskin mental, moral dan spiritual.
Penyakit
terbesarnya adalah individualism dan materialism yang menjangkit umat muslim
saat ini. Mereka enggan peduli lagi dengan kemiskinan yang ada disekitar
mereka. Dan enggan membagikan harta mereka buat orang yang lebih memerlukan.
Apalagi saat ramadhan dan menjelang lebaran, sebagian orang yang mampu lebih
ikhlas dan redo uangnya dihabiskan untuk membeli petasan, gak tanggung2 mungkin
uang yang dikeluarkan untuk membeli petasan besar bisa mencapai100-500 ribu
rupiah. Ketimbang harus memberikan uangnya kepada orang miskin disekitar
rumahnya, agar mereka dapat membeli daging dan kue sekedarnya pada hari
lebaran.
Belum
lagi sifat orang-orang kaya yang selalu minta di hormati dari orang yang
miskin. Penghormatan yang mereka dapat hanya lantaran setatus sosialnya bukan
karena sikap dan perilakunya sehari-hari. Kebanyakan orang kita yang mampu/kaya
sering memperlakukan orang miskin secara tidak adil (memperlakukan orang
berdasarkan setatus social). Jika orang mampu punya hajatan tugas yang berat,
susah nan kotor selalu dilimpahkan kepada orang yang miskin sementara tugas ringan,
gamapang nan bersih diserahkan untuk orang2 yang se level dengannya. Perlakuan
tidak adil ini juga terjadi saat orang yang bertamu ke rumah orang kaya, jika
yang bertamu ini teman bisnis atau pun orang yang sama sama terhormat (menurut
mereka) datang dengan mobil, sepatu mengkilap, pake dasi pastilah mereka
mempersilahkan masuk dan menyuguhkan air yang menyegargan berseta makanan
ringan. Hal ini berbanding terbalik apabila yang bertamu adalah orang miskin,
apalagi pengemis dengan sandal jepit, baju kusut, muka kusam, hitam dan
acak2an. Jangankan menyuguhkan air atau makanan ringan, mempersilahkan duduk
untuk melepaskan lelahnya pun kita enggan, atau berbasa basi menanyakan alamat
dia. Mungkin jika rumah orang kaya ini di kelilingi pagar, maka batas masuk
orang miskin atau pengemis adalah pagar itu.
Padahal
kemiskinan itu bisa diatasi dengan cara jika kita mau menyisihkan sedikit saja
dari harta mereka-mereka yang mampu. Missal dalam suatu desa memiliki kepala
keluarga(KK) berjumlah 500 dan jumlah orang yang kaya atau mampu kataknlah berjumlah
300 KK dan tiap harinya orang yang kaya tersebut mensedekahkan 1000 aja, maka
total perhari dana yang terkumpul adalah 300000 rupiah dan sebulan 9 juta rupiah (uang tersebut harus di
pegang dan di kelolah oleh orang atau lembaga yang berkompeten). Jumlah yang lumayan
besar untuk nantinya di buat modal usaha bagi para tetangga yang miskin bahkan
bisa membuka lapangan pekerjaan dari dana tersebut. Namun bagi sebagian orang
kaya enggan melakukan sedekah lantaran dikhawatirkan menghabiskan harta yang
mereka cari dengan keringan dan kerja keras. Dimana pemerintah dan para wakil
rakyat? Percayalah.…. Pemerintah dan para wakil teralu sibuk mengurusi masalah
yang mereka buat sendiri.
Sifat
individualis dan materialis ini sudah terlihat di desa penulis sendiri dimana
ada warga baru, baru beberapa bulan. Ia seorang janda yang sudah lumayan tua,
berbadan kurus dan tiap hari mencari botol minuman bekas dari satu desa kedesa
lainnya dengan sepeda mini sebagai transportasinya. Ia tinggal di rumah papan
yang masih di bawah sederhana besama anaknya laki-laki ± 20 tahunan tanpa kamar
mandi. Ya tanpa kamar mandi, bayangkan
jika rumah kita tanpa kamar mandi, dimana kita akan mandi? Mencuci? Buang air?.
Tiap harinya mereka melakukan aktifitas tersebut di sebuah parit (sungai kecil).
Lantaran masyarakat yang tidak peduli akan lingkungannya parit itu menjadi
tempat pembuangan sampah masyarakat sekitar otomatis parit itu menjadi dangkal
dan jorok. Jadilah ibu janda ini mencari tempat yang bisa digunakan untuk
mencuci pakaian dan mandi ke hulu parit itu. Setiap harinya Ia menempuh jarak ±
500 meter
dari rumah bersama anaknya membawa pakain kotor dengan sepeda mereka ketempat
pencucian kemudian pulang membawa pakaian basah dan dua ember air untuk
kebutuhan sehari-hari. Sebenarnya ini tak perlu terjadi, jika masyarakat mau
menyisihkan sedikti uang mereka sebagaimana mereka ikhlas dan redo membakarnya
dengan membeli petasan atau mercon hingga ratusan ribu rupiah. Hanya 1000 saja
dari mereka yang kaya kemudian dengan uang ini masyarakat membangun sebuah
kamar mandi buat ibu janda ini. Pastilah ibu ini tidak akan kesulitan lagi dan
mungkin hal-hal besar lainnya akan tercipta seperti tak ada lagi kemiskinan di
suatu desa, kecamatan, kota, provinsi dan tak ada lagi kemiskinan di Indonesia.
Lihatlah,
rasakanlah dan sentuhlah orang miskin di sekitar rumah kita. Makan apa mereka
hari ini? Apakah anaknya bersekolah? Layakkah baju yang ia pakai?. Bantulah
mereka lepas dari lingkaran kemiskinan, jangan sampai mereka mencuri karena
sikap kita yang individualistis dan materialistis. Perlakukan mereka secara
adil selayaknya kita memperlakukan teman dekat kita, keluarga kita, dan orang
yang sederajat dengan kita. Hormati dan hargai mereka sebagaimana kita inginkan
itu. Berikan barang-barang yang berguna kepada mereka, bukan barang sisa atau
pun bekas yang kita sendiri enggan menggunakannya. Mereka miskin mereka manusia
juga
Al Quran Surat Al Ma'un ayat 1- 7
Al Quran Surat Al Ma'un ayat 1- 7
M÷uäur& Ï%©!$# Ü>Éjs3ã ÉúïÏe$!$$Î/ ÇÊÈ Ï9ºxsù Ï%©!$# íßt zOÏKuø9$# ÇËÈ wur Ùçts 4n?tã ÏQ$yèsÛ ÈûüÅ3ó¡ÏJø9$# ÇÌÈ ×@÷uqsù ú,Íj#|ÁßJù=Ïj9 ÇÍÈ tûïÏ%©!$# öNèd `tã öNÍkÍEx|¹ tbqèd$y ÇÎÈ tûïÏ%©!$# öNèd crâä!#tã ÇÏÈ tbqãèuZôJtur tbqãã$yJø9$# ÇÐÈ
1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan
agama?
2.
Itulah orang yang menghardik anak yatim,
3.
Dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin.
4.
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
5.
(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
6.
Orang-orang yang berbuat riya
7.
Dan enggan (menolong dengan) barang berguna
Untuk
harta mu, darimana kamu dapat dan kemana kamu habiskan‼
Tidak ada komentar:
Posting Komentar