Rabu, 06 Agustus 2014

ESENSI YANG DICARI

Saya masih berkenyakinan masih banyaknya masyarakat miskin di negeri ini, hal ini dapat dilihat saat pembagian zakat secara langsung dari orang-orang kaya pada saat menjelang Idul fitri atau saat pembagian daging Qurban saat Idul Adha. Banyaknya masyarkat yang dari anak-anak, ibu-ibu, sampai orang tua pun ikut berdesak-desakan walaupun mengorbankan nyawa demi mendapatkan apa yang dibagikan saat itu. Ntah ini fenomena kemiskina atau pemiskinan lantaran hal ini terjadi di negeri yang sangat kaya, negeri ku Indonesia.
Kemiskinan tidak hanya dipahami tiadanya materi seseorang. Semua kemiskinan dapat berupa tiadanya kepedulian sseseorang terhadap orang lain dalam segala konteks yang ia hadapi. Secara materi ia kaya, tapi jika sampai membuatnya hilang kepedulian kepada yang tidak bermateri, maka miskinlah dia. Miskin atau tidaknya seseorang tidak dapat di ukur dari masalah banyaknya materi belaka, namun juga aspek mental, moral dan spiritual.
Tentang pemahaman apa itu kaya dan apa itu miskin, kita menganggap kemiskinan itu identik dengan rakyat  kecil  dan kaya itu rakyat besar itu lantaran kita melihat dari sudut materi. Tetapi kalo dilihat dari sudut mental, moral dan spiritual tidak seperti itu. Bisa saja dia kaya materi tapi tetapi dia sering menipu, menyuap, korupsi, mengambil hak orang, menzalimi orang miskin, memeras dan lain sebagainya. Sesungguhnya ia miskin mental, moral dan spiritual.
Penyakit terbesarnya adalah individualism dan materialism yang menjangkit umat muslim saat ini. Mereka enggan peduli lagi dengan kemiskinan yang ada disekitar mereka. Dan enggan membagikan harta mereka buat orang yang lebih memerlukan. Apalagi saat ramadhan dan menjelang lebaran, sebagian orang yang mampu lebih ikhlas dan redo uangnya dihabiskan untuk membeli petasan, gak tanggung2 mungkin uang yang dikeluarkan untuk membeli petasan besar bisa mencapai100-500 ribu rupiah. Ketimbang harus memberikan uangnya kepada orang miskin disekitar rumahnya, agar mereka dapat membeli daging dan kue sekedarnya pada hari lebaran.
Belum lagi sifat orang-orang kaya yang selalu minta di hormati dari orang yang miskin. Penghormatan yang mereka dapat hanya lantaran setatus sosialnya bukan karena sikap dan perilakunya sehari-hari. Kebanyakan orang kita yang mampu/kaya sering memperlakukan orang miskin secara tidak adil (memperlakukan orang berdasarkan setatus social). Jika orang mampu punya hajatan tugas yang berat, susah nan kotor selalu dilimpahkan kepada orang yang miskin sementara tugas ringan, gamapang nan bersih diserahkan untuk orang2 yang se level dengannya. Perlakuan tidak adil ini juga terjadi saat orang yang bertamu ke rumah orang kaya, jika yang bertamu ini teman bisnis atau pun orang yang sama sama terhormat (menurut mereka) datang dengan mobil, sepatu mengkilap, pake dasi pastilah mereka mempersilahkan masuk dan menyuguhkan air yang menyegargan berseta makanan ringan. Hal ini berbanding terbalik apabila yang bertamu adalah orang miskin, apalagi pengemis dengan sandal jepit, baju kusut, muka kusam, hitam dan acak2an. Jangankan menyuguhkan air atau makanan ringan, mempersilahkan duduk untuk melepaskan lelahnya pun kita enggan, atau berbasa basi menanyakan alamat dia. Mungkin jika rumah orang kaya ini di kelilingi pagar, maka batas masuk orang miskin atau pengemis adalah pagar itu.
Padahal kemiskinan itu bisa diatasi dengan cara jika kita mau menyisihkan sedikit saja dari harta mereka-mereka yang mampu. Missal dalam suatu desa memiliki kepala keluarga(KK) berjumlah 500 dan jumlah orang yang kaya atau mampu kataknlah berjumlah 300 KK dan tiap harinya orang yang kaya tersebut mensedekahkan 1000 aja, maka total perhari dana yang terkumpul adalah 300000 rupiah dan  sebulan 9 juta rupiah (uang tersebut harus di pegang dan di kelolah oleh orang atau lembaga yang berkompeten). Jumlah yang lumayan besar untuk nantinya di buat modal usaha bagi para tetangga yang miskin bahkan bisa membuka lapangan pekerjaan dari dana tersebut. Namun bagi sebagian orang kaya enggan melakukan sedekah lantaran dikhawatirkan menghabiskan harta yang mereka cari dengan keringan dan kerja keras. Dimana pemerintah dan para wakil rakyat? Percayalah.…. Pemerintah dan para wakil teralu sibuk mengurusi masalah yang mereka buat sendiri.
Sifat individualis dan materialis ini sudah terlihat di desa penulis sendiri dimana ada warga baru, baru beberapa bulan. Ia seorang janda yang sudah lumayan tua, berbadan kurus dan tiap hari mencari botol minuman bekas dari satu desa kedesa lainnya dengan sepeda mini sebagai transportasinya. Ia tinggal di rumah papan yang masih di bawah sederhana besama anaknya laki-laki ± 20 tahunan tanpa kamar mandi.  Ya tanpa kamar mandi, bayangkan jika rumah kita tanpa kamar mandi, dimana kita akan mandi? Mencuci? Buang air?. Tiap harinya mereka melakukan aktifitas tersebut di sebuah parit (sungai kecil). Lantaran masyarakat yang tidak peduli akan lingkungannya parit itu menjadi tempat pembuangan sampah masyarakat sekitar otomatis parit itu menjadi dangkal dan jorok. Jadilah ibu janda ini mencari tempat yang bisa digunakan untuk mencuci pakaian dan mandi ke hulu parit itu. Setiap harinya Ia menempuh jarak ± 500 meter dari rumah bersama anaknya membawa pakain kotor dengan sepeda mereka ketempat pencucian kemudian pulang membawa pakaian basah dan dua ember air untuk kebutuhan sehari-hari. Sebenarnya ini tak perlu terjadi, jika masyarakat mau menyisihkan sedikti uang mereka sebagaimana mereka ikhlas dan redo membakarnya dengan membeli petasan atau mercon hingga ratusan ribu rupiah. Hanya 1000 saja dari mereka yang kaya kemudian dengan uang ini masyarakat membangun sebuah kamar mandi buat ibu janda ini. Pastilah ibu ini tidak akan kesulitan lagi dan mungkin hal-hal besar lainnya akan tercipta seperti tak ada lagi kemiskinan di suatu desa, kecamatan, kota, provinsi dan tak ada lagi kemiskinan di Indonesia.
Lihatlah, rasakanlah dan sentuhlah orang miskin di sekitar rumah kita. Makan apa mereka hari ini? Apakah anaknya bersekolah? Layakkah baju yang ia pakai?. Bantulah mereka lepas dari lingkaran kemiskinan, jangan sampai mereka mencuri karena sikap kita yang individualistis dan materialistis. Perlakukan mereka secara adil selayaknya kita memperlakukan teman dekat kita, keluarga kita, dan orang yang sederajat dengan kita. Hormati dan hargai mereka sebagaimana kita inginkan itu. Berikan barang-barang yang berguna kepada mereka, bukan barang sisa atau pun bekas yang kita sendiri enggan menggunakannya. Mereka miskin mereka manusia juga
Al Quran Surat Al Ma'un ayat 1- 7
M÷ƒuäur& Ï%©!$# Ü>Éjs3ムÉúïÏe$!$$Î/ ÇÊÈ   šÏ9ºxsù Ï%©!$# íßtƒ zOŠÏKuŠø9$# ÇËÈ   Ÿwur Ùçts 4n?tã ÏQ$yèsÛ ÈûüÅ3ó¡ÏJø9$# ÇÌÈ   ×@÷ƒuqsù šú,Íj#|ÁßJù=Ïj9 ÇÍÈ   tûïÏ%©!$# öNèd `tã öNÍkÍEŸx|¹ tbqèd$y ÇÎÈ   tûïÏ%©!$# öNèd šcrâä!#tãƒ ÇÏÈ   tbqãèuZôJtƒur tbqãã$yJø9$# ÇÐÈ  
1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
2. Itulah orang yang menghardik anak yatim,
3. Dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin.
4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
6. Orang-orang yang berbuat riya
7. Dan enggan (menolong dengan) barang berguna

Untuk harta mu, darimana kamu dapat dan kemana kamu habiskan‼

Tidak ada komentar:

Posting Komentar