Senin, 07 Juli 2014

AKAD NIKAH


Dalam pernikahan, ridhanya laki-laki dan perempuan serta persetujuan antara keduanya merupakan hal pokok untuk mengikat hidup berkeluarga. Perasaan ridha dan setuju bersifat kewajibandan tidak dapat terlihat jeklas. Karrena itu harus ada perlambangan yang tegas untuk menunjukan kemauan mengadakan ikatan suami istri. Perlambangan itu diutarakan dengan kata-kata oleh kedua belah pihak yang melangssungkan akad. Inilah yang merupakan sighat dalam pernikahan.
Akad(al-aqdu) secara bahasa adalah ikatan, mengikat. Dikatakan ikatan (al-rabth) maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada yang lainnya hingga keduanya bersambung dan menjadiseutas tali yang satu.
Jumhur ulama mendefinisikan akad yaitu pertalian antara ijab dan Kabul yang dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan akibat hokum terhadap objeknya.
Sighat al aqad adalah suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad berupa ijab dan Kabul. Ijab adalah suatu pernyataan janji atau penawaran dari pihak pertama untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kabul adalah suatu pernyataan menerima dari pihak kedua atas penawaran yang dilakukan oleh  pihak pertama. Cara melakukan ijab dan Kabul:
1. Lisan. Para pihak mengungkapkan kehendaknya dalam bentuk perkataan yang jelas.
2. Tulisan. Untuk perikatan yang membutuhkan alat bukti yang tertulis.
3. Isyarat. Apabila perikatan itu dilakukan oleh orang tunawicara, asalkan para pihak yang melakukan perikatan tersebut memiliki pemahaman yang sama.
4. Perbuatan. Yankni dengan saling member dan saling menerima.
Akad dalam pernikahan adlah perikatan antara pernyataan pertama untuk menunjukan kemauan untuk membentuk hubungan  suami istri dari pihak perempuan yang disebut ijab dan pernyataan yang kedua yang diucapkan oleh pihak laki-laki berikut untuk menyatakan rasa ridha dan setuju yang disebut Kabul.
Dalam melaksanakan ijab dan Kabul harus digunakan kata-kata yang dapat dipahami oleh masing-masing piahak yang melangsungkan akad nikah sebagai pernyataak kemauan, tidak boleh menggunakan kata-kata yang samara tau tidak dimengerti maksudnya.
Menurut Ibnu Taimiyah “bahwa ijab-kabul dalam akad nikah boleh dilakukan dengan bahasa, kata-kata atau perbuatan apasaja yang oleh masyarakat umum sudah menyatakan terjadinya pernikahan, sama halnya dalam semua transaaksi”.
 Senada dengan ibnu taimiyah, dalam hal Kabul para ulama fiqh berpendapat asalkan menunjukan rasa rida dan setuju  maka itu boleh, misalnya, “saya terima , saya setuju, saya laksanakan, dan sebagainya”.
Sedangkan dalam masalah ijab, ulama sepakat dengan menggunakan dengan kata-kata nikah (نكاح )atau ankahtuka (أنكحتك) dan tazwij (تزويج) atau zawwjatuka (زوجتك) secara jelas. Tetapi mereka berbeda pendapat kata-kata ijab dengan kata lain seperti: saya serahkan, saya milikan, atau saya sedekahkan.
Golongan hanafi, al-tsauri, Abu Ubaid, dan Abu Dawud membolehkan menggunakan selain kata nikah dan tazwij. Sebab dalam hal ijab yang terpenting adalah niatnya dan tidak di syariatkanmenggunakan kata-kata khusus. Semua lafal dianggap cocok maknanya dan secara hukum dapat dimengerti maka hukumnya sah. Karena Nabi pernah mengijabkanseorang dengan sabdanya:
قد ملكتكما بم معك من الفران(رواه البخاري)
“ Aku telah milikan dia kepada mu dengan mahar ayat-ayat Al Quran yang kamu mengeri.” (HR. Bukhari)
Imam Syafi’i, Said Mussayad, dan Atha’ berpendapat bahwa akad tidak sah selain kata-kata nikah atau tazwij. Karena kata-kata lain seperti milikan atau memberikan tidak jelas menunjukan pengertian nikah. Menurut mereka, mengucapkan pernyataan merupakan salah satu syarat pernikahan.
IJAB KABUL TIDAK DENGAN BAHASA ARAB.
Jumhur ulama berpendapat bahwa ijab kabul boleh dengan menggunakan bahasa apa saja selain bahasa arab, asalkan mereka yang berakad atau ssalah satunya tidak mengerti bahasa arab.
Ibnu Qadamah dalam al-Mughni mengatakan bahwa orang yang mengerti bahasa arab ijab kabulnya harus dengan bahasa arab. Jadi tidak sah menggunakan bahasa lainnya. Dan bagi orang yang tidak mampu bahasa arab tidak wajib mempelajari kata-kata ijab Kabul dalam bahasa arab.
Imam Abu Hanifa, boleh menggunakan bahasa selain bahasa arab, sebab ia telah menggunakan kata-kata tertentu yang digunakan dalam Kabul sebagaimana dalam bahasa arab.
Para ulama fikih sepakat bahwa ucapan ijab Kabul itu harus dengan lafal fi’il madhi yang menunjukan kata kerja yang telah lalu atau dengan salah satunya fi,il madhi yang lain fi’il mustaqbal yang menunjukan kata kerja yang sedang berlaku.
Contoh ijab kabul yang menggunakan fi’il madhi:
- Ijab: زوجتك ابنتى “saya nikahkan engkau dengan anak perempuan saya”
- Kabul : قبلت “saya terima”
Contoh ijab kabul yang salah satunya menggunakan fi’il madhi dan lainya fi,il mustaqbal:
- Ijab: أزوجك إبنتى “sekarang saya nikahkan engkau kepada anak perempuan saya”
- Kabul: قبلت “saya terima”
Bentuk ucapan dalam ijab kabul yang dipergunakan oleh agama adalah fi’il madhi, karenamenyatakan secara tegas lahirnya pernyataan secara setuju dari kedua belah pihak dan tidak mungkin mengandung arti lain. Berbeda dengan ucapan yang dinyatakan dengan fi’il mustaqbal yang tidak menyatakan secara tegas menunjukan adanya keredaan ketika dinyatakan.
Andaikata salah seorang dari mereka berkata: أزوجك إبنتى “sekarang saya nikahkan anak perempuan saya kepada kamu”, lalu sipenerima menjawab: أقبل ,”saya terima sekarang”. Ucapan kedua belah pihak ini tidak secara tegas menyatakantelah terjadi akad nikah yang sah , karena masih ada kemungkinan bahwa yang dimaksud hanya merupakan suatu perjanjian semata. Sedangkan perjanjian untuk pernikahan dimasa mendatang bukan berarti telah terjadi ikatan pernikahan pada saat sekarang.
Andaikata peminag berkata زوجنى إبنتك “ kawinkanlah putri bapak kepada saya”. Lalu walinya menjawab: زوجتها لك “ya saya kawinkan dia dengan kamu”, bearti telah terjadi akad nikah, karena ucapan tersebut telah menunjukan adanya pernyataan memberi kuasa akad nikah sekaligus.
Jika peminang mengatakan, “kawinkanlah putri bapak dengan saya”. Lalu walinya menjawab,”saya terima”. Dengan demikian, berati pihak pertamamenguasakan pada pihak kedua mengadakan akad nikah sesui dengan permintaan pihak pertama.
Untuk terjadinya suatu akad yang mempunyai akibat hukumpada suami istri, maka syarat-syarat ijab kabul harus dipenuhi, yaitu:
1. Sedua belah pihak sudah tamyiz.
Apabila salah satu pihak masih kecil atau ada yang gila, maka peernikahannya tidak sah.
2. Ijab kabul dilaksanakan dalam satu majlis.
Artinya ketika mengucapakan ijab kabul tersebut tidak boleh diselingi kata-kata lain atau menurut kebiasaan setempat ada penyelingan yang menghalangi peristiwa ijab kabul.
3. Ucapan kabul hendaknya tidak menyalahi ucapan ijab. Artinya maksud dan tujuannya sama. Kecuali jika kabulnya tersebut lebih baik dari ijabnya dan menunjukan pernyataan persetujuan yang lebih tegas. Jika pengijab mengatakan, “saya kawinkan kamu dengan anak oerempuan saya, dengan mahar seratus ribu rupiah.” Lalu penerima menjawab,”aku terima nikahnya dengan dua ratus ribu rupiah. Maka nikahnya sah.
4. Pihak-pihak yang mengadakan akad harus dapat mendengarkan pernyataan asing-masing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar